Powered by Blogger.

APRESIASI SASTRA

Mari belajar menganalisis dan Mengapresiasi sastra

1. Baca dan cermati hikayat diberikut ini !


Hikayat Bakhtiar



Ada seorang raja, terlalu besar kerajaannya dari segala raja-raja. Syahdan maka baginda pun beranak dua orang laki-laki, terlalu amat baik parasnya, gilang gemilang dan sikapnya pun sederhana. Hatta maka berapa lamanya, dengan kodrat Allah, subhanahu wa ta'ala, maka baginda pun hilanglah, kembali ke rahmatu'llah. Arkian maka anakda baginda pun tinggallah dua bersaudara. Setelah demikian, maka mufakatlah segala menteri dan hulubalang dan orang kaya-kaya dan orang besar-besar menjadikan anak raja, menggantikan ayahanda baginda. Setelah sudah naik di atas tahta kerajaan dan berapa lamanya, maka berpikirlah saudaranya,katanya: "Jikalau kiranya saudaraku ini kubiarkan menjadi raja, bahwasanya aku ini tiadalah menjadi raja selama-lamanya. Maka baiklah aku menyuruh memanggil segala perdana menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya sekaliannya." Setelah berhimpunlah segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dina sekaliannya, maka baginda pun bertitah: "Hai, segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya dan tuan-tuan sekaliannya, pada bicaraku ini, jikalau kakanda selama-lamanya menjadi raja di dalam negeri ini, bahwa aku pun tiadalah menjadi raja selamalamanya, melainkan marilah, kita langgar dan kita keluarkan akan kakanda, supaya negeri itu terserah kepadaku".

Setelah demikian sembah mereka sekalian itu, maka baginda pun berpikirlah di dalam hatinya, katanya: "Benarlah seperti kata menteri sekalian ini dan siapakah lagi kudengarkan katanya?" Setelah sudah berkata demikian di dalam hatinya, maka baginda pun masuklah ke dalam istananya. Maka sekalian mereka itu pun masing- masing pulang ke rumahnya. Hatta maka berapa lamanya, maka kedengaranlah kepada baginda tuan wartanya itu. Maka ia pun berpikirlah di dalam hatinya: "Tiada berkenan rupanya saudaraku ini akan daku. Jikalau ia hendak jadi raja, masakan dilarangkan dia, niscaya akulah, yang merayakan dia. Tetapi apakah akan daya aku ini. Jikalau demikian, baiklah aku pergi membuangkan diriku barang ke mana membawa untungku ini." Setelah sudah ia berpikir demikian itu, seketika maka hari pun malamlah. Maka baginda pun sembahyanglah. Setelah sudah, maka ia pun lalulah masuk ke dalam tempat peraduan hampir isterinya, seraya bertitah kepada isterinya: "Hai, adinda, adapun akan hamba ini sangatlah bencinya saudara hamba akan hamba. Maka oleh karena itu, maka hamba hendak pergi membuangkan diri barang di mana ditakdirkan Allah ta'ala. Maka tinggallah tuan hamba baik-baik memeliharakan diri tuan-hamba". Maka bercucuranlah air mata baginda. Kelakian maka sahut isterinya: "Mengapatah maka kakanda berkata demikian itu?" Maka titah istrinya: "Adalah hamba ini mendengar kabar bahwa saudara hamba itu memanggil segala menteri, hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya, diajaknya mufakat melanggar kakanda ini, karena ia hendak menjadi raja di dalam negeri ini. Maka itulah sebabnya, maka hamba hendak membuangkan diri barang ke mana. Maka tinggallah tuan baik-baik". Setelah isterinya mendengar kata suaminya demikian itu, maka isterinya pun segeralah bangun menyembah kaki baginda, serta dengan air matanya bercucuran, serta katanya: "Walau ke langit pun kakanda pergi, adinda ikut juga." Setelah demikian, maka titah baginda: "Segeralah adinda berkemas-kemas, pagi-pagi esok hari kita berjalan barang ke mana dikehendaki Allah ta�ala, kita pergi membawa untung kita. Tetapi akan tuan jangan menyesal kelak." Maka sahut tuan puteri itu: "Jangankan demikian, jika kalau kelautan api sekalipun, hamba pergi juga, lamun dengan kakanda." Syahdan maka kedua suami isteri itu pun berkemas-kemaslah. Setelah hari siang, maka keduanya pun berjalanlah, seraya menyerahkan dirinya kepada Allah, subhanahu wa ta'ala, keluar negeri, masuk hutan, masuk padang, terbit padang, masuk rimba belantara, terbit rimba belentara. Hatta maka berapa lamanya baginda dua suami isteri itu berjalan, maka ia pun sampailah kepada suatu padang yang luas. Maka baginda dua suami isteri pun berhentilah di sana. Adapun tatkala baginda dua suami isteri berjalan itu, bahwa isterinya itu telah hamil delapan bulan. Kelakian maka genaplah bulannya itu. Maka pada ketika yang baik dan hari yang baik maka tuan puteripun hendaklah bersalin, maka katanya: "Aduh, kakanda, lemahlah rasanya segala tulang sendi hamba ini, kalau-kalau genaplah gerangan bulannya hamil hamba ini." Hatta baginda pun berdebarlah hatinya mendengar kata isterinya Itu. Seraya disambutnya isterinya, maka katanya: "Allah, subhanahu wa ta'ala juga, yang amat menolong akan hambanya itu!" Maka dengan kodrat Allah, subhanahu wa ta'ala, maka seketika Itu juga berputeralah tuan puteri itu seorang laki-laki dengan indahnja juga. Sebermula adapun anaknya itu terlalu amat baiknya dan gilang gemilang warna mukanya dantiadalah dapat ditentang nyata lagi. Sumber : Bunga Rampai Melayu Kuno, 1952 (dengan penyesuaian ejaan) 
1. Apakah isi Hikayat Bakhtiar tersebut? 
2. Ubahlah hikayat tersebut ke dalam bentuk cerpen. 
Baca dan cermati teks drama berikut!, kemudian ubahlah ke dalam bentuk cerpen! 
Sobrat Bagian Enam Di bukit kemilau. 
Terdengar suara kentungan dibunyikan sebagai tanda para kuli penambang emas mulai bekerja. Tampak masuk para kuli penuh semangat. Mereka bertelanjang dada. Mandor Bokop : (teriak) Kalian antre yang tertib! Sudah ambil duit, ambil blincong dari bakul! (kepada Mandor Burik) Panggil satu-satu! 
Mandor Burik : (memanggil) Samolo! Sentono! Kartijo! Kardun! Marjun! Duweng! Kamran! Sobrat! Doyong! Sadang! Epeng! Damirin! (memanggil terus) Semua kuli telah memegang blincong dan bakul Mandor Bokop : (teriak) Dengarkan semua! Aku Mandor Bokop, penjaga Bukit Kemilau. Bukit Kemilau ini milik Tuan Balar. Kalian beruntung menjadi pekerjanya. Nanti kalian masuk kawasan Bukit Kemilau! Tetapi, jangan terlalu jauh sebab ke selatan masih ada Hutan Burun yang masih perawan. Banyak binatang buas, babi hutan, dan harimau! Juga, banyak rawa berlintah! Lintahnya sebesar ibu jari! Ngerti? 
Para Kuli : (serentak) Ngerti! 
Mandor Bokop : (kepada Mandor Burik) Kamu jaga mereka. Aku mau tidur! (berbisik) Tadi malam aku berjudi sampai pagi! 
Mandor Burik : (teriak) Jangan berhenti sebelum kentungan bunyi! Para kuli menyanyikan semboyan mereka. 
Para Kuli : (serempak) Sekali kerja, tetap kerja. Biji emas di mana-mana! Namun, Doyong tampak meringis-ringis. Ia menepi, ia dibentak Mandor Burik. 
Mandor Burik : (membentak) Hei! Kembali ke tempatmu! Kuli! Apa kamu tuli? Kembali ke tempatmu! Doyong : Sebentar, istirahat! 
Mandor Burik : Apa? Istirahat? Enak saja kamu, apa kamu sudah lupa perintah Mandor Bokop, heh? Jangan berhenti sebelum kentungan bunyi! 
Doyong : Sebentar saja, Mandor! Mandor Burik : (menendang Doyong) Enak saja sebentar-sebentar! Cepat kerja, kuli!Sobrat melihat kelakuan kasar Mandor Burik terhadap kawan sekampungnya. Ia memburu mendekat. 
Sobrat : Mandor, jangan ditendang-tendang begitu! Dia kawanku, Mandor! (mendekati Doyong) Kamu tidak apa-apa, Yong? 
Doyong : Agak mulas, mana aku agak mencret. Mandor sialan! 
Mandor Burik : Apa kamu bilang? 
Doyong : Dia dengar, Brat! 
Mandor Burik : Ayo, kembali kerja! Orang lain juga kerja! 
Sobrat : Dia sakit perut, Mandor. Dia agak mencret 
Mandor Burik : Alah, alasan saja! Dasar pemalas! 
Doyong : Saya sakit perut, Mandor! Mandor burik : Kembali kerja, atau kulecut dengan cambuk ini! (mengeluarkan cambuk dan hendak mengayunkannya) 
Sobrat : Jangan, Mandor! Biarkan saja dulu, Mandor. Apa Mandor tidak pernah sakit perut? 
Mandor Burik : Apa kamu bilang? (melecut) Jangan bilang begitu! Di kampungmu kamu bisa bilang apa saja, tetapi di sini lain.... Ini tanah Bukit Kemilau dan aku penjaganya! Kembali ke tempatmu, kuli! 
Sobrat : Tidak mau! 
Mandor Burik : (marah) Itu bukan kata yang pantas, kuli kontrak. Mampus kamu! (melecut) SOBRAT MENCOBA MELAWAN 
Sobrat : Kita bertarung secara jantan, Mandor! Mandor Burik : Apa kamu bilang? Sobrat : Kita bertarung secara jantan, Mandor! 
Mandor Burik : Boleh saja... apa maumu? Sobrat : Beri aku cambuk! Mandor Burik : Enak saja! rasakan! (melecutkan cambuk) 
Doyong : (berteriak) Sobrat sama Mandor berkelahi!!! Mandor burik dan sobrat berkelahi. Kuli-kuli berkumpul, melingkar, sambil menyanyikan semboyan. Awalnya, Mandor Burik berjaya dengan cambuknya. Namun, cambuknya berhasil direbut Sobrat. Dengan satu kali ayunan dan pitingan, Mandor Burik tak berkutik. Tiba-tiba terdengar suara tembakan. Pause (Tukang warung memandang tajam) 
Tukang warung : Apakah kau tidak gembira, (Ibu pergi ke kursi dan berkata). Ibu : Ia berteriak "ibu" (lalu duduk) 
Tukang Warung : Tentu dia akan berbuat sesuatu. Ayah : (jalan, tiba-tiba) Sesuatu telah terjadi. (Ibu tiba-tiba berteriak) 
Gadis : Berhenti, Ibu! T
ukang Warung : Ada apa ini, apa yang telah kalian lakukan? (tukang warung dan anaknya mundur)? Kenapa kau memandang seperti itu? Apakah dia tidak menceritakan bahwa dia anakmu? 
Gadis : Tidak. 
Tukang Warung : Apa yang telah kalian lakukan? Di mana dia sekarang? 
Ayah : Jangan ada suara! (pause) 
Ibu : Dia berteriak "ibu". Kau terus saja memukulnya! 
Tukang Warung : Apa yang kalian telah lakukan? Kalian telah .... (tukang warung memandang, terus mundur mau pergi) 
Anak : (melihat Gadis) Lihat di tangannya, Ayah! Tukang Warung : Kau telah ... (lari) Gadis : Berhenti. Ibu! Ayah : Tenang-tenang, jangan ribut. (jatuh) 
Gadis : Mereka akan memasukkan saya dalam penjara. 
Sumber: Buku drama Orang Asing, judul asli Irthunia, karya Rupert Brook, disadur oleh D. Djajakusuma 
3. Jelaskan watak-watak tokoh berdasarkan dialog yang diucapkan setiap tokoh. 
4. Tuliskan hubungan latar dengan watak para tokoh dalam penggalan drama tersebut 
Bacalah penggalan drama berikut. 
Adun : "Betul Lin. Aku masih punya orang tua dan adik-adik. Namun, aku pun ikut merasakan kesedihanmu dan satu hal itu aku tidak setuju, jangan menganggap pamanmu sebagai orang yang tidak adil." 
Tini : "Ah ... bohong. Aku memang menumpang di rumah paman. Aku tak punya orang tua. Aku merasa selalu disakiti karena pamanku membedakan perlakuan kepadaku dan kepada anaknya. Kalau ada masalah antara aku dan Mila, anak pamanku itu, selalu dia yang dimenangkan paman ..." 
Nita : "Tenanglah, Tin. Aku merasakan kesedihanmu. Aku tahu, kamu terlalu menuruti perasaanmu. Belum tentu pamanmu seperti yang kamu duga karena kesedihanmu, engkau membayangkan yang tidak-tidak." Andri : "Benar, Tin, kamu harus bersabar."

a. Ungkapan kekecewaan diungkapkan oleh tokoh �. ...... 
b. Jelaskan dengan kalimat pendukung! 
Bacalah petikan novel berikut. 
Si Jamin terpelanting ke sisi jalan trem, kepalanya berlumuran darah. Beberapa orang yang menaruh kasihan mengangkat Si Jamin akan dibawa ke rumah sakit miskin di Glodok. Anak itu pingsan. Polisi cepat memeriksa asal mula kecelakaan itu. Nomor trem dan nama-nama pegawai yang mengemudikan dicatat. Setelah itu trem meneruskan perjalanannya. Orang banyak pun bubar. Unsur utama yang terdapat dalam penggalan novel tersebut adalah �. Bacalah cupilkan cerpen "Setrum" berikut. Cik Ledo sukar menerima itu. Walau kadang ada teror atau ada bujukan, ia tetap tak mau menerima kenyataan rumah dan kampungnya ditenggelamkan. "Apa pun yang terjadi, aku tak akan pindah. Demi Tuhan, titik! Aku tak rela!" kata Cik Ledo pada orang-orang berseragam dinas yang menyarankannya secepatnya meninggalkan kampung untuk pindah ke tempat yang disediakan sebagai kediaman pengganti atau ke tempat yang bisa dipilih sendiri. 
5. Unsur instrinsik yang menonjol dalam cerpen tersebut adalah ....

No comments:

Post a Comment